Amplop di Kolong Pintu "BOLEH GAK SIH NGAREP? belajar tentang SEDEKAH"

Case 1

Ketika yang lain mengumpulkan uang, kita menebarnya, membaginya.

Ketika yang lain berburu uang dan menahanya, kita malah melepasnya. Itulah sedekah.

Konsep-konsep aneh dalam sedekah, dianggap tidak lazim sebab memang kita sangatlah tidak terbiasa. Mana sedekahkan apa yang kurang?” jika yang lain malah mencari pinjaman dan pontang panting  usaha sana sini untuk mencukupkanya, kita malah denagn entengnya menyedekahkan apa yang kurang itu. Konsep aneh.

                Terasa aneh juga, anak anak lapar, ada kebutuhan, ada hajat, namun pas ada, malah mentingin anak orang lain, mentingin kebutuhan orang lain.

                Aneh.

                Dan sekali lagi, jadi aneh sebab kita tidak biasa melakukanya. Manakala kita terbiasa melakukanya, maka ia menjadi sebuah metode yang layak diikuti.

                Pertanyaan demi pertanyaan kemudian muncul. Seputar ikhklas dan doa sebagai isu utamanya. Tatkala sedekah dijadikan sebagai senjata, sebagai metodologi untuk membanykkan rezeqi, sebagai wasilah yang disengaja untuk mendapatkan ampunan Alloh, surga, dan keridhoan-Nya, mulailah muncul pertanyaan boleh atau tidaknya.

                Pertanyaan kemudian muncul dan berkembang lagi. Misalnya, apakah kita seseorang meminta fadhilah, keutamaan, dari suatu amal, di dunia ini, lalu ia akan kehilangan haknya di  hari akhir? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang akan terus.

                Dengan segala keterbatasan, saya memohon izin Alloh,  yang saya sampaikan adalah janji Alloh dan Rosul-Nya? Ketika yang lain, keutamaan sedekah muncul akibat dari ketidaksengajaan, maka saya justru menyeru untuk menyengaja. Ada yang tidak berani meminta, saya justru menyuruh diri saya sendiri dan orang lain untuk jangan segan segan memnita. Berdoa. Kepada Alloh.

kita awali dengan tulisan sederhana, berjudul amplop dikolong pintu....

........................

Ada seorang anak yatim, yang sakit. Yang sakit. Di ujung gang. Dan kita bergerak memberi ibu ini anak yatim, 100rb rupiah sebagai sedekah kita. Kita jalan diam-diam, no body know, tidak ada yang tahu. Bahkan kita pun menyengaja tidak memberi tahu siapapun. Kita sembunyikan segala niatan kita. Hanya Alloh saja yang tahu.

Kita ambil amplop, lalu kita selipkan uang 100rb rupiah tersebut. Kita pilih sengaja menuju rumah si yatim disaat langit begitu sunyi dihiasi sinar sempurna rembulan. Satu alasan, benar benar supaya tidak ada yang tahu. Bahwa ditangan kita tergenggam amplop putih berisi uang 100rb untuk si yatim.

Andaipun ada yang menegur: “hendak kemana wahai anank muda?”

Niscaya kita akan menjawab dengan senyuman saja tampa berkata-kata.  Menghindari pertanyaan pertanyaan selanjutnya. Kalaupun perlu menjawab, kita hanya akan menjawab: “sedang menikmati malam dan gemerlapnya bintang.”

Lalu, didepan pintu rumah siyatim, kita pun menikmati kesendirian amal. Benar benar tidak ada yang tahu. Sementara kita meyakini bahwa Malaikat-malaikat Alloh yang bersih hatinya yang menatap lekat perilaku kita dan mencatatnya hanya untuk Alloh semata.

Melalui lobang kecil di bawah pintu, yang berjarak hanya setengah senti dari tanah, kita masukan amplop tersebut. Amplop ini hanya bertulisan: “dari hamba Alloh.”

Bahkan amplop itu masih berisi sedekah dalam bentuk yang lain. Yakni sedekah dalam bentuk sekalimat doa:  ”Semoga Ananda diberikan kesembuhan, dan ibu memiliki keberkahan memelihara anak yatim.”

Tapi ya hanya sampai disitu. Benar-benar sampai disitu. Tidak ada ketukan pintu yang kemudian kemudian menjadi kesempatan buat kita memberi tahu si penghuni rumah bahwa ada amplop terselip dibawah pintu. Tidak. Amal ini begitu sunyi. Sesunyi malam yang dipilih.

Inilah yang barangkali dinamakan “ikhlas” oleh kebanyakan orang. Berusaha keras menyembunyikan amal, hanya Alloh saja yang tahu. Kerahasiaan amal dijaga sedemikian ketat. Hal-halnapa saja yang menyebabkan amal ini menjadi tetap tersembunyi, benar-benar dilakukan.

Tentulah TIDAK ADA YANG BERANI membantah tentang ikhlas yang model begini. Sayangnya, kemudian keyakinan/sudut pandang bahwa ikhlas adalah berhentu bermodel begini, lalu meniadakan/menafikan ikhlas yang lain.

Sebelum melanjutkan ke esai berikut, ada contoh tentang ikhlas yang berbeda: seorang TKI, menyerahkan uang tabunganya yang sudah ia kumpulkan selama 3 tahun.  Dengan harapan dia beroleh jodoh. Sudah 3x ia balik keluar negrintempat ia bekerja, dan belum beroleh jodoh. Lalu, apakah pengharapanya ini salah? Layaklah kita menyebutnya tidak ikhlas? Ikhklas mana dengan kita yang menjaga tabunganya untuk diri kita sendiri? He he he.

Oke deh, kita ikuti ya sesi-sesi berikutnya.  Belajar memang hanya jangan sekali dua kali, harus berkali-kali hingga pemahaman datang. Sengaja  pembahsanya case by case, judul per judul. Supaya pemahaman kita terstruktur. Sampai ketemu. Mohon maaf lahir batin jika saya ada kesalahanya.

BOLEH GAK SIH NGAREP?

Belajar Tentang Sedekah

Oleh ustad Yusuf Mansur