Wacana-wacana yang
menjadikan “kekurang beranian” atau “kesungkanan” untuk meyakuni keyakunan itu
secara bulat, baik dipraktik maupun diteori (menjadi metode) sebab ada wacana
bahwa “Ibadah harus ikhlas. Tidak boleh beribadah karena dunia-Nya. Harus karena
wajah-Nya semata”.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya sholatku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah Alloh, Tuhan semesta alam.” (Q.S
al-An’aam: 162).
Kalu kalimatnya
seperti diatas, siapa yang berani memberi kritik? Siapa yang berani mengoreksi?
Dan siapa yang berani memberi catatan? Kita pun tidak akan berani. Apa pun yang
kita lakukan tentu harus mengikhlaskan diri mita karena Alloh semata.
Tapi tunggu dulu! Orang-
orang yang mencari duniamilik Alloh lewat jalan ibadah pun tidak mesti juga
serta mertadikatakan tidak ikhlas. Bagaimana kalu mereka secara cerdas, “memisahkan”
antara keikhlasan dan do’a? “memisahkan” antara keikhlasan dan harapan? Artinya
ketika mereka menjalankan, mereka tahu dengan ilmunya bahwa dengan beribadah,
dunia akan Alloh dekatkan, tapi pada saat yang sama, mereka beribadah sepenuh
hati kepada Alloh. Harapan pun ia gantungkan semata hanya kepada Alloh. Bahwa dia menempuh jalan
ibadah, sebab karena Alooh dan Rosul-Nya memberi petunjuk demikian. Karenanya,
harus percaya dan mengikutinya.
“Katakanlah,’Hai manusia sesungguhnya aku
adalah utusan Alloh kepada semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi; tidaj ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yangmenghidupkan
dan mematikan, maka berimanlah kamu
kepada Alloh dan Rosul-Nya, Nabi yang ummi yang beriamn kepada Alloih dan
kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya mendapat petunjuk.” (Q>S al-A’roof:
158.
Contoh salah satu
bentuk ibadah adalah sedekah. Lalu Alloh memberi tahu kalau sedaang disempitkan
rezekinya, bersedekahlah. Nanti Alloh akan buat apa-apa yang sulit, jadi mudah.
“Dan orang yang disempitkan rezkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Alloh kepadanya. Alloh tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Alloh berikan
kepadanya. Alloh kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Q>S
ath-Thalaq: 7)
Lalu, kita-kita yang
sedang diberi nikmat kesempitan atau kesulitan, percaya dan berkenan mengikuti
dengan harapan agar benar-benar kesulitan kita dimudahkan Alloh. Jalan-Nya
yaitu jalan sedekah, kita turuti betul, alias kita bersedekah.
Salahkah kita? Apakah
kita disebut tidak ikhlas hanya karena beribadah karena berharap akan kebenaran
janji-Nya? Salahkah bila kita percaya sama omongan-Nya? Sama “iming-iming-Nya”
salahkah juga kalau kita kemudian bersedekah karena kepengin diberikan kemudahan atau karena kesulitan kita kepengin dihapus-Nya? Sedang ini adalah
firman-Nya?
Nampaknya tega betul
bila disebut tidak ikhlas. Saya lebih suka menyebutnya, “saking percaya sama
petunjuk Alloh, lalu kita melakukanya”. Dan karena harapan adalah hanya dengan
berharap kepada-Nya, maka kita pun berharap agar Alloh benar-benar memenuhi
janji-Nya, setelah kita tunaikan sedekah.
Saya lebih
kepengin menyebutnya dengan “inilah iman”,
inilah percaya pada seruan dan petunjuk Allog. Dan “inilah tauhid”, kita
mengesakan Alloh, Iman dan Tauhid yang kemudian berbuah amal sholeh.
Bahkan menurut
pendapat saya, inilah CARA TERCERDAS dan TERHEBAT sepanjang sejarah cara-cara
yang dikerjakan manusia, yaitu tinggal mengikuti saja petunjuk-petunjuk di
dalam Al-Qur’an. Gampang! Entah dalam mencari rizeki, atau melepas kesulitan,
atau hal-hal lainya. Sebab cara ini dan petunjuk ini datangnya dariAlloh.
Dan ketika manusia
menjalankan petunjuk Alloh, bukankah itu menjadi suatu ibadah tersendiri? Malah
ibadah itu begitu indah dan memberi semangat dalam nialai. Ibadah hyang tembus
atas dasar keyakinan kepada apa yang telah digariskan oleh Alloh, pemilik
segala kemudahan.
Maka, apakah setelah
dikembangkan menjadi paragraf diatas masih terjadi benturan? Saya pikir ini
adalah sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang malah harus dikupas dan ditelaah
lebih jauh lagi.
Lalu, ketika ada
yang percaya kemudian menjalankan dan merasakanya, salahkah juga bial ia
bercerita ini kepada kawan-kawannya, kepada sekitarnya? Bahwa bersedekah jika
ingin dicabut segala kesulitanya? Lalu salahkah dia bila dia menjadikan
pengetahuanya, pengalamanya, sebagai sebuah metode? Bahwa kalau mau keluar dari
masalah, bersedekahlah..
Dah itu dulu
pembahasanya ,,, dibaca, dipahami, diamalkan,
trusss jangan lupa bagi
ketemen-temen dengan sedikit-demi sedikit,, agar nantinya jadi pembahasan yang
istimewa,, pembahasan yang akan datang
Langkah dan Hasil Kebetulan dan Metode... semoga bermanfaat dan menjadi amal
sholeh saya... amiin amiin amiin,,,
An Introduction to THE MIRACLE OF GIVING
Keajaiban Sedekah
0 komentar:
Posting Komentar