space iklan

`
Rabu, 11 September 2013

Ikhlas, Do’a, dan Harapan Memberi Spirit dalam Beribadah


Wacana-wacana yang menjadikan “kekurang beranian” atau “kesungkanan” untuk meyakuni keyakunan itu secara bulat, baik dipraktik maupun diteori (menjadi metode) sebab ada wacana bahwa “Ibadah harus ikhlas. Tidak boleh beribadah karena dunia-Nya. Harus karena wajah-Nya semata”.

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah Alloh, Tuhan semesta alam.” (Q.S al-An’aam: 162).

Kalu kalimatnya seperti diatas, siapa yang berani memberi kritik? Siapa yang berani mengoreksi? Dan siapa yang berani memberi catatan? Kita pun tidak akan berani. Apa pun yang kita lakukan tentu harus mengikhlaskan diri mita karena Alloh semata.

Tapi tunggu dulu! Orang- orang yang mencari duniamilik Alloh lewat jalan ibadah pun tidak mesti juga serta mertadikatakan tidak ikhlas. Bagaimana kalu mereka secara cerdas, “memisahkan” antara keikhlasan dan do’a? “memisahkan” antara keikhlasan dan harapan? Artinya ketika mereka menjalankan, mereka tahu dengan ilmunya bahwa dengan beribadah, dunia akan Alloh dekatkan, tapi pada saat yang sama, mereka beribadah sepenuh hati kepada Alloh. Harapan pun ia gantungkan semata  hanya kepada Alloh. Bahwa dia menempuh jalan ibadah, sebab karena Alooh dan Rosul-Nya memberi petunjuk demikian. Karenanya, harus percaya dan mengikutinya.

“Katakanlah,’Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepada semua, yaitu Alloh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidaj ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yangmenghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Alloh dan Rosul-Nya, Nabi yang ummi yang beriamn kepada Alloih dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya mendapat petunjuk.” (Q>S al-A’roof: 158.

Contoh salah satu bentuk ibadah adalah sedekah. Lalu Alloh memberi tahu kalau sedaang disempitkan rezekinya, bersedekahlah. Nanti Alloh akan buat apa-apa yang sulit, jadi mudah.

“Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Alloh kepadanya. Alloh tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Alloh berikan kepadanya. Alloh kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Q>S ath-Thalaq: 7)

Lalu, kita-kita yang sedang diberi nikmat kesempitan atau kesulitan, percaya dan berkenan mengikuti dengan harapan agar benar-benar kesulitan kita dimudahkan Alloh. Jalan-Nya yaitu jalan sedekah, kita turuti betul, alias kita bersedekah.

Salahkah kita? Apakah kita disebut tidak ikhlas hanya karena beribadah karena berharap akan kebenaran janji-Nya? Salahkah bila kita percaya sama omongan-Nya? Sama “iming-iming-Nya” salahkah juga kalau kita kemudian bersedekah karena kepengin diberikan kemudahan atau karena kesulitan kita kepengin dihapus-Nya? Sedang ini adalah firman-Nya?

Nampaknya tega betul bila disebut tidak ikhlas. Saya lebih suka menyebutnya, “saking percaya sama petunjuk Alloh, lalu kita melakukanya”. Dan karena harapan adalah hanya dengan berharap kepada-Nya, maka kita pun berharap agar Alloh benar-benar memenuhi janji-Nya, setelah kita tunaikan sedekah.
Saya lebih kepengin  menyebutnya dengan “inilah iman”, inilah percaya pada seruan dan petunjuk Allog. Dan “inilah tauhid”, kita mengesakan Alloh, Iman dan Tauhid yang kemudian berbuah amal sholeh.

Bahkan menurut pendapat saya, inilah CARA TERCERDAS dan TERHEBAT sepanjang sejarah cara-cara yang dikerjakan manusia, yaitu tinggal mengikuti saja petunjuk-petunjuk di dalam Al-Qur’an. Gampang! Entah dalam mencari rizeki, atau melepas kesulitan, atau hal-hal lainya. Sebab cara ini dan petunjuk ini datangnya dariAlloh.

Dan ketika manusia menjalankan petunjuk Alloh, bukankah itu menjadi suatu ibadah tersendiri? Malah ibadah itu begitu indah dan memberi semangat dalam nialai. Ibadah hyang tembus atas dasar keyakinan kepada apa yang telah digariskan oleh Alloh, pemilik segala kemudahan.

Maka, apakah setelah dikembangkan menjadi paragraf diatas masih terjadi benturan? Saya pikir ini adalah sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang malah harus dikupas dan ditelaah lebih jauh lagi.

Lalu, ketika ada yang percaya kemudian menjalankan dan merasakanya, salahkah juga bial ia bercerita ini kepada kawan-kawannya, kepada sekitarnya? Bahwa bersedekah jika ingin dicabut segala kesulitanya? Lalu salahkah dia bila dia menjadikan pengetahuanya, pengalamanya, sebagai sebuah metode? Bahwa kalau mau keluar dari masalah, bersedekahlah..

Dah itu dulu pembahasanya ,,, dibaca, dipahami, diamalkan,  trusss   jangan lupa bagi ketemen-temen dengan sedikit-demi sedikit,, agar nantinya jadi pembahasan yang istimewa,,  pembahasan yang akan datang Langkah dan Hasil Kebetulan dan Metode... semoga bermanfaat dan menjadi amal sholeh saya... amiin amiin amiin,,,

An Introduction to THE MIRACLE OF GIVING
Keajaiban Sedekah

               

0 komentar:

Posting Komentar